carawanita.my.id – Pada dasarnya ajaran Islam itu ada tiga, yakni Al Quran, Hadits (As Sunnah), dan Ijtihad. Apabila tidak sesuai dengan ketiga sumber tadi, maka bisa dipastikan bukan bagian dari ajaran agama Islam. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa ajaran agama Islam pertama dan yang kedua (Al Quran dan Hadits As-Sunnah) langsung datang dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Lantas, Ijtihad berasal dari mana?
Lain halnya dengan Ijtihad yang berasal dari hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan Hadits As-Sunnah. Nah, untuk mengetahui lebih jelasnya lagi mengenai ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits, mending kita simak saja langsung ulasannya di bawah ini.
1. Sumber Ajaran Agama Islam Berdasarkan Al-Qur’an
Secara harfiyah, Al-Quran ini diartikan sebagai “Bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana dalam Firman Allah dalam Q.S 75:17-18: “Sesungguhnya atas tanggungan Kalimah mengumpulkannya dan membacanya’. jika Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan itu’.”
Al-Quran merupakan kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada kepada Nabi Muhammad SAW, yang berisi ajaran tentang keimanan (akidah, tauhid, iman) peribadahan (syariat), serta budi pekerti (akhlak). Itu sebabnya, mengapa Al-Quran menjadi mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW, bahkan lebih besar ketimbang mukjizat yang dimiliki oleh para nabi sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S 10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya” (Q.S 35:31).
Al-Quran dalam wujud sekarang ini adalah kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan para sahabat. Pertama kali dilakukan olehsahabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar, kemudian pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia penyusunan mushaf Al-Quran yang diketuai oleh Zaid. Oleh karena itu, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut dengan nama Mushaf Utsmani.
Baca Juga : Bagaimana Ajaran Islam Sesuai Hadits? Yuk, Kita Cari Tahu
2. Sumber Ajaran Agama Islam Berdasarkan Hadist / As-Sunnah
Hadits atau yang juga disebut As-Sunnah, yang secara bahasa berarti “adat istiadat” atau”kebiasaan”. Sunnah merupakan segala perkataan, perbuatan, dan penetapan atau persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Muhammad SAW terhadap perkataan dan perilaku sahabat.
Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan dalam Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad SAW: “Dei Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati” (Q.S. 4:65).
“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah’ (Q.S 59:7).
“Telah kutinggalkan untuk kaliandua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafur Rasyidin setelahku” (H.R Abu Daud).
Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contohnya, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits dari Rasulullah itulah yang memberikan contoh langsung tentang bagaimana shalat itu dijalankan, mulai dari Takbiratul Ihram (Bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, sampai bacaan tahiyat dan salam.
Ketika di jaman Nabi Muhammad SAW, beliau melarang para sahabtnya untuk menuliskan apa yang telah diucapkannya. Kebijakan tersebut dilakukan agar ucapan-ucapannya tidak bercampur baur dengan wahyu (Al-Quran). Dengan demikian, seluruh Hadits pada waktu itu hanya berada dalam ingatan atau hapalan para sahabat saja.
Kodifikasi Hadits yang dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/175 M), kemudian disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 M). Bahkan, para ulama pada waktuitu mulai menyusun kitab Hadits, yang diantaranya seperti Imam Malik di Madinah dengan kitabnya Al-Mutwaththa, Imam Abu Hanafiah menulis Al-Fqhi, dan Imam Syafi’i menulis Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-Sunnah.
Setelah itu muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisikan 40 ribu Hadits. Namun, ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga sekarang adalah Imam Bukhari (194H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits tersebut menjadi rujukan utama bagi umat Islam hingga sekarang. Bahkan, Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebayak 600 ribu Hadits yang kemudian diseleksinya. Sedangkan Imam Muslim mengumpulkan 300 ribu Hadits yang juga diseleksinya.
Ulama Hadits lainnya yang terkenal, yakni Imam Nasa’i yang menuangkan koleksi haditsnya dalam kitab Nasa’i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan Syu’bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni.
3. Sumber Ajaran Agama Islam Berdasarkan Ijtihad
Secara bahas, istilah Ijtihad ini juga merupakan ajaran agama islam yang berarti usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama (ulama) untuk mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syara’ (syariat Islam) perihal kasus yang penyelesaiannya belum tertera dalam Al-Quran dan Sunnah.
ijtihad merupakan cara berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran agama Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah, yang diindikasikan dalam sebuah hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog antara Nabi Muhammad SAW dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman. Adapun mengenai isi dialognya seperti dibawah ini:
“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kibaullah (Al-Quran)”
“Dan jika di dalam Kitabullah anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulullah”
“Dan jika anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikit pun”
“Segala puiji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati Rasulullah”
Hadits tersebut pun diperkuat oleh sebuah fragmen peristiwa yang terjadi ketika Nabi Muhammad SAW menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu teradi dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad SAW seperti berikut:
“Ya Rasulullah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulullah! Tetapi walaupun dengan kitab yang membawa penerangan dan petunjuk tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kamu harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika anda telah pergi dari kami. Ya Rasulullah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”.
Baca Juga : TATA CARA DAN BACAAN SHOLAT TAHAJUD